eliau lahir pada Senin pon 1911 di Desa Sumbermanjing Kulon, Pagak,
Kabupaten Malang. Pada masa kolonial Belanda, sosok Hamid Roesdi sangat
aktif di biHeiho, Seinendan, Keibodan dan Djibakutai.
Hamid Roesdi pun masuk dalam PETA pada 1943 yang dibentuk atas usul
Gatot Mangkupraja. Dia ditugaskan di Malang dengan pangkat Sudancho (Letnan I).
dang kepanduan dan tergabung dalam ‘Pandoe Ansor’, karena dia
juga seorang guru agama sekaligus staf organisasi Nahdlatul Oelama.
Beberapa tahun kemudian bekerja di Malang sebagai sopir di Penjara Besar
Malang (sekarang LP Lowokwaru). Pada 8 Maret 1942 Jepang memasuki Kota
Malang dan mulai pembentukan pasukan
Selain berlatih militer, dia juga sibuk mempersiapkan laskar rakyat
untuk menentang Jepang. Pada malam hari, 3 September 1945 diumumkan
daerah Karesidenan Surabaya masuk wilayah Republik Indonesia, Hamid
Roesdi mulai melucuti tentara tentara Jepang di Malang.
Tahun 1946 menjabat sebagai perwira staf Divisi VII Suropati dengan
pangkat mayor dan bertempat tinggal sementara di Jalan Semeru (sekarang
Kantor Bank Permata).
Dianggap berhasil menangani pelucutan senjata Jepang, kemudian beliau
diangkat sebagai komandan Batalyon I Resimen Infantri 38 Jawa Barat dan
menyelesaikan pertempuran dengan sukses. Sekembalinya dari Jawa Barat
dinaikkan pangkatnya menjadi Komandan Pertahanan daerah Malang di
Pandaan-Pasuruan.
Pada agresi militer Belanda I 1947 Hamid Roesdi dengan gigih memimpin
pasukan mempertahankan Kota Malang dari tentara Belanda. Sebelum
Belanda memasuki Pandaan, Hamid Roesdi berkeliling kota menaiki jeep
untuk memerintahkan seluruh rakyat membumihanguskan bangunan-bangunan
penting dalam kota. Ketika Kota Malang tidak dapat dipertahankan lagi,
beliau membuat pertahanan di Bululawang dan menyusun strategi merebut
Malang kembali.
Dalam susunan staf TKR Divisi VII Hamid Roesdi dipercaya sebagai staf
VI. Pada 1948 reorganisasi dan rasionalisasi (Rera) ketentaraan menjadi
TNI, semua laskar-laskar perjuangan dimasukkan dalam TNI. Sesudah Rera
pasukan-pasukan yang ada dihimpun menjadi Brigade IV. Batalyon Mayor
Hamid Roesdi ditempatkan di Turen dengan rencana daerah operasi Malang
tengah dan Malang timur. Hamid Roesdi diangkat sebagai komandan Resimen
38 (sekarang Yonif 512) pada 28 Mei 1948. Menjelang agresi militer
Belanda II 1948, Hamid Roesdi membawahi Batalyon I (Malang) di bawah
Mayor Sumarto, Batalyon II (Batu) di bawah Mayor Abdul Manan, Batalyon
III (Pasuruan) di bawah Mayor Syamsul Islam dan Batalyon IV (Malang) di
bawah M. Muchlas Rowi.
Setelah agresi militer Belanda II, maka pada akhir Desember 1948
Batalyon I Brigade IV TNI di bawah Mayor Hamid Roesdi menempati sekitar
Malang Selatan. Sebelumnya Mayor Hamid Roesdi adalah Komandan Batalyon
30 menjadi Batalyon I di antara empat batalyon. Kemudian TNI menerapkan
perang gerilya dengan menerapkan sistem wehrkreise. Sebagai
komandan Mobil Brigade (MB) I Mayor Hamid Roesdi membawahi daerah
operasi meliputi sebelah utara garis status quo sampai Pasuruan dengan
memimpin distrik I Kapten Wachman, Distrik II Mayor Abdul Manan dan
Distrik III Mayor Syamsul Islam. Setelah ditunjuk menjadi Komandan MG
(Mobil Gerilya) I, Mayor Hamid Roesdi mendapat tambahan tugas daerah
operasi SWK II (Malang barat di bawah Abdul Manan) dan SWK III (Malang
Selatan di bawah Muchlas Rowi). Muncullah rencana untuk mengadakan
serangan umum ke kota Malang.
Sebenarnya Mayor Hamid ROesdi berencana untuk pindah ke tempat MG I
yang baru di Nongkojajar. Dalam pelaksanaanya itu, ia meyempatkan diri
untuk menjenguk keluarganya yang berada di desa Sekarputih Wonokoyo.
Kesempatan menengok keluarga ini dilakukan dengan melalui desa Tlogowaru
pada malam hari. Rupanya pihak lawan mendapat informasi bahwa Mayor
Hamid Roesdi itu bergerak ke daerah Malang Timur. Karena itu mereka
mengadakan penyergapan. Tengah malam, pada 8 Maret 1949 kondisi perang
sangat genting. Hamid Roesdi datang dan berpamitan pada istrinya, Siti
Fatimah. Hamid Roesdi dengan 4 orang lainnya ditangkap tentara Belanda.
Setibanya di tepi sungai dekat desa Wonokoyo mereka ditembak mati.
Itulah pertemuan terakhir dengan istrinya dan tidak pernah kembali lagi
selama-lamanya. Tanggal 8 Maret 1949 siang hari, kelima pahlawan
tersebut dimakamkan di Desa Wonokoyo. [ant]
Sumber:
Biografi pahlawan Hamid Roesdi, Bintaldam V Brawijaya 1989
Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan II
TKR Divisi VII Untung Suropati Malang-Besuki 1945-1948
Pesan Tersirat :
Sumber : http://ngalam.web id
Check
Anda dapat mengirimkan foto/ Artikel tentang daerah anda kirmkan melalui email ke malangkab@mail.com
Tidak ada komentar: