Meski tidak terlalu mempengaruh tingkat inflasi, pengendalian BBM
subsidi akan mendongkrak harga kebutuhan pokok, kata peneliti.
Pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah diatur BPH Migas
melalui surat edaran kepada penyalur BBM bersubsidi, yakni PT Pertamina,
PT AKR Corporindo Tbk, dan PT Surya Parna Niaga (SPN).
Dalam surat tersebut, BPH Migas meminta waktu penjualan solar
bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, dan Bali akan dibatasi hanya pukul 08.00 hingga 18.00 mulai
Senin (04/08).
Hal itu, menurut Kepala BPH Migas, Andy
Noorsaman Sommeng, dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan BBM
bersubsidi. “Apabila penjualan terus dilakukan tiada henti, bisa saja
solar bersubsidi itu dibeli, ditimbun, dan dijual kembali ke industri
perkebunan dan pertambangan,” kata Andy.
Langkah selanjutnya ialah menghentikan penjualan
premium di sedikitnya 24 SPBU di pinggir jalan tol. Penyaluran solar
bersubsidi ke nelayan-nelayan pun turut diatur. Menurut Andy, penjualan
solar bersubsidi akan difokuskan kepada para nelayan dengan bobot kapal
kurang dari 30 gross ton.
“Jangan sampai kapal-kapal besar sudah mengisi,
namun nelayan-nelayan dengan kapal kecil tidak kedapatan. Itu tidak
tepat sasaran,” ujar Andy.
Saat ini, solar bersubsidi dijual seharga
Rp5.500 per liter, sedangkan solar nonsubsidi dijual dengan harga Rp
12.800 per liter. Adapun Pertamina Dex dijual seharga Rp 13.150 per
liter.
Kebutuhan pokok
Langkah pengendalian BBM bersubsidi tersebut
mendapat sorotan dari Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
(LPEM) Universitas Indonesia, I Kadek Dian Sutrisna Artha.
Dia mengkhawatirkan waktu penjualan solar bersubsidi yang dibatasi dari pukul 08.00 hingga 18.00 akan menciptakan ‘black market’.
“Orang akan membeli solar bersubsidi pada periode yang diijinkan,
kemudian akan menjualnya kembali ke pihak industri di luar waktu yang
diijinkan. Ini memerlukan fungsi pengawasan yang ketat dari pemerintah,”
ujarnya.
Secara keseluruhan, Kadek menilai langkah pengendalian BBM bersubsidi tidak akan terlalu berdampak pada tingkat inflasi.
Meski demikian, ekonom tersebut memprediksi adanya dampak langsung ke sektor transportasi.
“Yang menggunakan solar adalah bus dan truk.
Adapun truk paling banyak digunakan untuk kepentingan logistik. Biaya
logistik yang naik tentu akan mempengaruhi harga-harga kebutuhan pokok.”
Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dilakukan
setelah kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan 2014 terancam terlampaui. Hingga 31 Juli 2014, konsumsi
solar bersubsidi mencapai 9,12 juta kiloliter atau menghabiskan 60
persen jatah APBN-P 2014. Sedangkan realisasi konsumsi Premium mencapai
17,08 juta kiloliter atau 58 persen dari kuota APBN-P 2014.
Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140803_kendalibbm.shtml
Hello Dear, are you truly visiting this web page on a regular basis, if so then you will absolutely take fastidious experience.
BalasHapusmy blog post :: signs of stress